Senin, 17 Oktober 2011

Hal Penting tentang Pendidikan Islam di Negara dengan Populasi Muslim Terbesar di Dunia


Pendidikan Islam merupakan hal yang sangat penting bagi kita sebagai muslim. Di tengah arus modernisasi dan hedonism, pendidikan Islam seolah tersingkirkan dan terabaikan. Memang sekolah-sekolah Islam begitu banyak di dunia ini. Bukan hanya di negara-negara Islam atau mayoritas muslim penduduknya, tetapi juga terdapat di negara-negara yang justru menganut sistem komunis seperti China.

Teman
penulis dari Xinjiang pernah menceritakan bahwa, sangat sulit memang kami belajar Islam di sini, namun bukan berarti pengajaran Islam itu tidak berkembang, hanya mungkin perkembangan Islam di negara kami agak terbatas.

Berbeda dengan teman penulis asal Bangkok. Dia mengaku bahwa ayahnya punya pesantren yang di dalam pesantren tersebut terdapat pelajaran-pelajaran ILmu Alat seperti yang terdapat di pesantren-pesantren di Indonesia. Seperti pelajaran Nawhu dan Sharf. Berdasarkan cerita teman saya yang katanya ada beberapa Pesantren di Thailand dan banyak perempuan yang menggunakan jilbab, agaknya, perkembangan Islam di Thailand itu sangat baik, walaupun memang mayoritas penduduknya bukan muslim.

Sekarang jika kita bercermin pada Indonesia,  negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, memang seharusnya menjadi negara dengan penduduk paling Islami di dunia, maksudnya berkepribadian muslim. Namun anehnya hal itu justru tidak tercermin di masyarakat Indonesia.

Lalu jumlah penduduk muslim yang terdapat dalam data kependudukan itu bagaimana? Apakah mereka invisible ? Atau hanya mengaku-ngaku karna ketika membuat KTP bingung mau memilih agama yang mana? Atau karena mengikuti orangtua mereka.

Seorang kakek dari Somalia pernah berkata pada penulis, saya bangga melihat masyarakat Indonesia yang begitu antusias memberikan bantuan untuk Palestina. Penulis tersenyum dan bersyukur, alhamdulillah saat itu Allah masih menutupi aib tanah airku tercinta.

Rasanya wajar ketika teman penulis yang berasal dari Korea meminta untuk diajari cara membaca Al-Quran padahal usianya telah di atas 40 tahun. Namun rasanya miris ketika melihat hal itu terjadi pada mayarakat Indonesia.

Lalu apa yang salah? siapa yang salah? tak ada waktu untuk saling menyalahkan. Penulis di sini ingin menyoroti tentang Pendidikan Islam di Indonesia. Mari kita lihat, berapa jam dalam seminggu anak-anak SD Negri mendapat pelajaran agama? 2 hingga 3 jam kurang lebih. Lalu bagaimana dengan tingkat SMP, SMU, atau perguruan tinggi? Lalu seseorang menanggapi, "kan ada mesjid-mesjid, kita suruh saja anak kita mengaji di sana?". Lho, mengapa jadi melempar tanggung jawab begitu, "lha saya juga ga begitu bisa ngaji, kalo di mesjid kan ada ustadz ustadz yang ngajarin, soalnya saya ga mau anak saya sama seperti saya, gak bisa ngaji hehe". Wah...silahkan pembaca berkomentar sendiri tentang jawaban seperti ini. Penulis mendengar jawaban seperti ini tidak hanya sekali, tapi sering. 

Untuk membangun bangsa yang beradab atau educated people tentu bukan sulap bukan juga sihir. Perlu ada proses belajar yang intensif dan berkesinambungan. Perlu ada pengkondisian. Seperti teori belajar dari Pavlov, Skinner, atau Dollard-Miller yang penulis pelajari dan masih terus mempelajari. Namun sebenarnya, Islam telah hadir lebih dulu dengan teori belajarnya. Kita lihat bagaimana Nabi mengajarkan anak sholat pada usia 7 tahun dan memberi reinforcement pada usia 10 tahun. Hal itu sesuai dengan teori perkembangan yang sekarang dipakai di Psikologi.

Islam hadir bak cahaya yang begitu terang menghangatkan. Bahkan saat Inggris masih percaya dengan takhayulnya. Islam datang menghapus rasa takut dan cemas itu. Saat masih berlaku perbudakan di Arab, Islam berangsur-angsur mampu melenyapkan budaya tak berperikemansiaan itu. Islam masih ada dan terus ada selama matahari masih bersinar dan bumi masih berputar.

Hingga datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Arab dan India. Lalu kemudian Islam berkembang dan mengakar di bumi Indonesia ini. Namun apakah Islam akan terus eksis atau lambat laun hanya tinggal namanya saja? Semua hal itu tergantung pada kita. Mampukah kita sebagai muslim, penerus ajaran mulia ini melestarikannya hingga akhir zaman, terutama di bumi kita tercinta, Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar