Minggu, 28 Agustus 2011

Berlari

Mari berlari meraih impian

                Retno mengencangkan tali sepatunya. Mengawasi lapangan yang sudah sepenuhnya disinari matahari. Dia bangkit berdiiri, bersedia dan mulai berlari. Retno berlari dengan kencang menembus pagi yang masih dingin. Ia mengelilingi lapangan bundar. Seputara, dua putaran, hingga putaran ke enam ia mulai berlari melambat dan putaran ketujuh ia berhenti di tempat awal dia berlari.







Semua adalah keterbatasan saja
                Retno pulang ke rumahnya, jika memang masih layak di sebut rumah. Sebuah bangunan bilik yang sudah using dimakan usia. Retno pernah memohon ayahnya untuk memperbaiki rumahnya, ayahnya saat itu hanya menatap Retno dalam-dalam dan berkata “Jika bapak mampu, tanpa kamu pinta pasti bapak perbaiki.”. sejak saat itu Retno tak sanggup lagi mengatakan apa-apa lagi tentang rumah mereka. Dia berjanji, dialah yang akan memperbaiki rumahnya. Suatu saat dia pasti bisa. Walaupun dia masih 14 tahun, tapi itu bukan masa
lah.








Diri yang tak pantas
                Hari ini Retno memilih berlari sore hari. Langit sudah menguning namun awan masih berarak, tampak ceria di mata Retno. Angin sore menerpa rambutnya. segar sekali rasanya. Retno mulai berlari dari garis terdalam. Biasanyua begitu. Retno berlari dari putaran terdalam hingga terluar. Retno terus berlari dengan kecepatan sedang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar