Selasa, 02 Agustus 2011

Passive Aggressive

Ada yang sering bilang anak nurut itu anak baik. Anak patuh itu anak sholeh. Betulkah? Anak sholeh karena otoritas kita? Anak baik karena hukuman keras kita. Lalu mengapa anak nurut tapi tindakannya sangat lambat, pekerjaannnya tidak becus atau tidak selesai. Hal itu termasuk cirri-ciri kepribadian ambivalen aktif, dimana anak tidak suka diperintah namun tak bias menolak. Akhirnya anak memprotes dengan perilaku pasif agresif, dimana anak menuruti semua perintah orang tua namun lambat misalnya. Hal itu sebagai bentuk perlawanan, biasanya kasus seperti ini terjadi pada anak dengan pola asuh otoriter, ada kekerasan fisik maupun verbal, serta tidak diberi otoritas untuk dirinya sendiri. Sehingga anak seperti dalam belenggu penjara, atau anak merasa seperti mau meledak. Banyak sekali orangtua yang tidak faham akan hal ini. Banyak orangtua menganggap diri telah berhasil karena melihat anak yang nurut-nurut saja. Bukankah semua hal yang terlalu itu adalah masalah? Terlalu nurut tanpa syarat itu mungkin bias diduga pasif agresif.
                Lalu apa bedanya anak pasif agresif dengan anak conforming? Anak pasif agresif akan jauh berbeda perilakunya ketika figure otoritas tidak ada bersamanya. Ia menjadi lebih merasa bebas, bertindak sesuai kehendaknya, serta melampiaskan apa yang selama ini dikekang oleh kedua orangtuanya. Namun anak conforming cenderung pasif. Ia bingung harus melakukan apa sehingga dimanapun ia akan menjadi anak yang menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Namun hasilnya, ia menjadi tidak memiliki prinsip dan selalu bingung, kadang ia ingin mandiri kadang juga ingin tergantung pada orang lain. Lalu mengapa kedua anak ambivalen ini bias terbentuk, baik aktif maupun pasif. Kemungkinan karena orangtua yang membingungkan, confusing. Hari ini mama bilang boleh, besok mama bilang ga boleh dalam perkara yangsama, misalnya. Lalu anak tak pernah diberikan alas an mengapa mereka diperintah sesuatu atau dilarang sesuatu, atau mengapa mereka dihukum atau diberi hadiah, semua abstrak tanpa penjelasan. Sehingga anak kebingungan dengan perilaku apa yang harus dia pilih kemudian. Baik anak pasif agresif maupun anak conforming terbentuk dari orangtua yang membingungkan atau figure oerangtua lain yang confusing.
                Pasif agresif memang biasanya tidak berbahaya sama sekali, hanya saja sangat mengesalkan. Selalu salah, tempo bekerja lambat, pekerjaan tidak selesai-selesai. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi anak seperti ini?
1.       Turunkan keegoisan kita karena merasa sebagai orangtua yang memiliki otoritas tanpa batas. Ingat anak itu milik Allah swt, yang dititipkan pada kita
2.       Dengarkan apa keinginannya, cita-citanya, harapannya, ambisinya serta impian-impiannya. Jangang pernah menyela atau memotong apalagi mengatakan buruk apa yang ia inginkan. Biarkan ia ungkapkan dulu. Bila memang buruk, kita beri ia pandangan dan pertanyaan, mana yang lebih baik? Apakah ada manfaatnya? Atau bisakah dia deskripsikan maksudnya. Karena jangan –jangan kita yang salah persepsi karena awalnya selalu merasa kita yang paling benar.
3.       Beri mereka kepercayaan untuk memilih, memutuskan, mengerjakan apa yang mereka ingin kerjakan. Jangan dikekang atau dimata-matai, cukup dipantau dengan laporan dari anak apa yang akan atau telah mereka kerjakan.
4.       Ajarkan anak untuk mengerjakan pekerjaan yang kita ingin dia kerjakan dengan mencontohkan mereka d
engan perbuatan kita. Missal, kita ingin anak membantu kita mengepel lantai. Kita mengepel lantai saja, biarkan dia melihat, perlihatkan kita mengepel dengan wajah gembira dan menyenangkan, bukan dengan wajah menggerutu, tidak ikhlash, dan marah-marah. Biarkan anak melihat, karena dengan melihat ia sedang belajar.
5.       Lalu kembangkan dirinya dan potensinya. Jangan merasa anak adalah hak milik kita yang terserah mau kita apakan. Ingat anak adalah amanat, terbayangkah oleh kita jika sebenarnya anak bias lebih hebat, lebih cerdas, lebih rajin dan menyenangkan hatikita dan membuat kita bangga. Tapi karena kita member pola asuh yang keliru, maka anak tidak berkembang dan malah menjadi sakit. Lalu apa yang akan kita jawab kelak di mahkamah akhirat?
Terakhir, rasul bersabda : jangan marah, jangan marah, jangan marah!. Artinya, kita bias sebenarnya menyelesaikan sesuatu tanpa perlu marah-marah. Apalagi anak menjadi korban. Ingat, setelah kita jadi orangtua, kita menjadi teladan, kita adalah contoh dan guru pertama baginya. Selesaikanlah dengan rasa kasih saying dan cinta, karena Allah sajalah kita boleh marah, karena hal-hal yang tidak sesuai Quran Sunnah lah kita boleh marah. Tapi ingat, anak belum mengerti jika belum diberi pengertian, anak belum paham jika belum diberikan pemahaman. Lakukanlah dengan mengharap ridlo Allah dengan dilandasi cinta. Karena rasa cinta dapat melembutkan hati kita, dapat menghadirkan rasa malu, serta menjadikan rumah seperti syurga.
Tidak usah flashback kebelakan, apakah kita benar-benar mencintai suami/istri kita, apakah ini karena kita tidak memiliki rasa cinta padanya dari awal. Jangan mengungkit masa lalu. Anak adalah bukti bahwa kita mencintainya dan dia mencintai kita. Cinta itu bukan jatuh, tapi bangun. Jika kita merasa cinta telah pudar di antara kita dan pasangan, maka mulailah membangun cinta lagi, memupuk dan menyiramnya, sehingga cinta akan senantiasa subur di antara kita dan pasangan. InsyaAllah, anak akan merasakan energy cinta kita, sehingga anak menjadi betah di rumah, menyenangkan hati kita serta keluarga menjadi penuh kehangatan.
Bagi yang belum menikah, temukanlah cinta. Temukanlah pasangan yang benar-benar kita merasa nyaman bersamanya, tenang bila di sampingnya, dan yang ia mencintai Allah dan rasulNya. Mungkin seperti terlalu jauh ketika kita membahas masalah anak yang pasif agresif dengan pernikahan dan cinta. Namun itulah sumbernya. InsyaAllah tidak aka nada anak pasif agresif jika kita mendidiknya karena Allah dan penuh rasa cinta seperti rasulullah.
                               

Wallahu a’lam bish shawab

3 komentar:

  1. Aduh, ini artikel yang bnr2 bagus, mbak. Kok ngga ada yg beri tanggapan, ya... Terima kasih banyak krn sdh mengepost.

    BalasHapus
  2. Aduh, ini artikel yang bnr2 bagus, mbak. Kok ngga ada yg beri tanggapan, ya... Terima kasih banyak krn sdh mengepost.

    BalasHapus