Sabtu, 23 Juli 2011

Pernikahan


Pernikahan adalah sebuah jalan bukan sebuah tujuan. Jalan menuju surge yang dimulai oleh dua orang yang saling mencintai karena Allah. Pernikahan bukanlah permainan atau senda gurau. Tak bias seenak hati memulai dan mengkahirinya karena pernikahan adalah ikatan kuat. Mitsaqon Ghaliza. Adapun bercerai adalah hal yang sangat dibenci Allah. Bukan perkara simple memang saat sepasang suami istri menyeimbangkan perahu pernikahan mereka di tengah gelombang cobaan dan ujian, namun dengan kerjasama, saling menghormati dan menghargai, serta komunikasi yang efektif, hal tersebut menjadi mudah untuk dilewati. Banyak kapal yang akhirnya karam karena perahu oleng tak seimbang. Bias jadi hanya suaminya saja yang mengerti istrinya, sedangkan istrinya berbuat seenak hatinya. Atau sebaliknya, sang istri begitu sabar sedangkan sang suami hanya bias menyeesaikan masalah dengan kekerasan. Atau bias jadi keduanya sama-sama egois, merasa diri paling benar, merasa diri lebih pintar. Sehingga rumah tak ada bedanya dengan neraka. Belum lagi anak yang melihat kedua orangtuanya selalu bertengkar, akan merasa takut, terancam, cemas, sampai depresi, sehingga lahirlah anak-anak broken home, anak-anak yang mencari kebahagiaan dan kesenangan di luar rumah, anak-anak yang mencari perhatian di lingkungan luar. Tak masalah jika pelampiasannya pada hal positif, namun kenyataan menunjukkan anak-anak tersebut banyak yang terjerumus pergaulan negatif. Hal ini jika diruntut, ternyata berasal dari hal tadi, yaitu rumah dan kondisi keluarga. Betapa hal ini seperti rantai setan yang terus melingkar di tengah masyarakat, sehingga akhrinya banyak kasus pencuriaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Naudzubillaahimin dzalik! Jadi, hal utama yang harus diperhatikan adalah menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Sesuai dengan firman Allah. Bila kita operasionalkan ayat tersebut artinya:
1.   Setiap orang harus menjaga kesucian diri sebelum menikah
2.   Mendidik anak sebelum menikah dengan mendidik diri sendiri karena nantinya anak memiliki unsur-unsur dari diri kita
3.   Mempersiapkan pernikahan dengan banyak informasi mengenai pernikahan itu sendiri
4.   Memahami agama Islam dengan baik sejak dini
5.   Memilih calon suami/istri yang juga memahami agama. Karena hal ini seperti sepele, padahal bisa menjadi bom waktu di kemudian hari. Itulah mengapa Rasul bersabda, yang dipilih itu agamanya
6.   Menetapkan niat ketika menikah hanya karena Allah semata. Sebagai Ibadah kepadaNya dan melaksanakan salahs atu sunnah RasulNya
7.   Memahami karakter calon suami/istri kita dengan baik, serta mengetahui kekurangan dan kelebihannya sejak dini agar tidak menjadi kaget di kemudian hari
8.   Dengan pemahaman tentang karakternya kita dapat mengerti jika dalam perjalanan pernikahan nanti ia bersikap tidak seperti biasanya
9.   Mengalah ketika pasangan sedang marah. Sama-sama ngotot hanya akan berakhir dengan kekerasan (baik fisik maupun verbal), maka tunggulah dulu sampai suasana dingin baru kita bicara 
10.               Sensitif terhadap bentuk kekerasan apapun yang dilakukan oleh pasangan kita yang bersifat abnormal. Hal ini untuk menghentikan KDRT di masyarakat. Islam tidak mengajarkan kekerasan, namun banyak orang bodoh memahami hadits Nabi sebagai contoh diperbolehkannya kekerasan. Padahal Nabi adalah yang paling penuh kasih sayang terhadap istri-istrinya.

Demikianlah kita menjaga masyarakat kita dari patologi sosial. Salahsatunya dimulai dari keluarga kita. Keluarga yang penuh kasih sayang, rumah bersuasana surge, suami dan istri yang senantiasa tersenyum saing memahami serta saling menguatkan di saat susah hati, menjadikan keharmonisan dalam perahu rumah tangga. Sehingga gelombang setinggi apapun, badai sehebat apapun, tak akan pernah mampu menenggelamkan perahu ini. Ia akan tetap berlayar menuju surganya, menuju keridloan Allah swt, menuju kebahgiaan yang sebenarnya, kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.
Wallahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar